BIAR DINDING BESAR KAMI TAK GENTAR

Jumat, 16 Mei 2025

Langit sore di atas Sekretariat PPRPG DEWADARU tampak tenang, seakan menyambut langkah-langkah penuh harap dari para peserta Masa Bimbingan Rock Climbing. Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB saat satu per satu mereka berkumpul, mengenakan perlengkapan sederhana namun berisi semangat yang membuncah. Di hadapan mereka, sang Komandan berdiri tegap, menyampaikan pengarahan awal. Suaranya tenang, namun sarat wibawa, menekankan pentingnya disiplin, kerja sama, dan tanggung jawab selama kegiatan berlangsung.

Tak lama kemudian, kesibukan mulai menyelimuti sekretariat. Pukul 14.30 hingga 15.25 WIB, para peserta bersama divisi logistik dan konsumsi larut dalam pemeriksaan alat dan kelengkapan konsumsi. Suara gesekan webbing, derit gesper harness, dan dentingan carabiner bercampur dengan tawa-tawa ringan yang perlahan mencairkan ketegangan. Mereka memeriksa segala perlengkapan—alat panjat pribadi dan kelompok, alat masak, perlengkapan tidur, hingga logistik makanan—dengan cermat dan teliti. Setiap detail diperhatikan; mereka tahu, kesiapan hari ini adalah bekal untuk tantangan esok.

Pukul 15.25 WIB, suasana berubah menjadi lebih teratur. Proses packing dimulai, semua barang dikemas berdasarkan pembagian beban. Ada yang membawa alat masak, sebagian lain menggendong logistik makanan, dan sisanya memikul tenda dan perlengkapan tidur. Tak sekadar efisiensi, pembagian ini membangun rasa tanggung jawab satu sama lain. Mereka adalah tim, dan setiap tim bergerak seperti satu tubuh.

Menjelang malam, tepat pukul 19.00 WIB, seluruh peserta berdiri khidmat dalam upacara pembukaan. Di bawah langit yang mulai gelap, Dewan PJS memimpin doa bersama. Doa yang sederhana, namun sarat makna. Ada harapan yang menggantung di udara—harapan agar setiap langkah mereka di tanah asing nanti membawa makna dan keselamatan.

Setelah doa, pukul 19.20 WIB, rombongan mulai bergerak. Sebagian naik mobil, sebagian lain mengendarai motor pribadi. Mereka menyusuri jalan menuju Tebing Citatah 125, membelah malam yang mulai menggigil. Perjalanan yang semestinya singkat terasa lebih panjang oleh antisipasi dan rasa penasaran. Dan akhirnya, sekitar pukul 20.40 WIB, lampu-lampu jalan mulai digantikan oleh siluet alam liar. Di sanalah, kaki-kaki mereka kembali berpijak pada tanah—kali ini untuk berjalan kaki menuju basecamp yang telah ditentukan, sebuah pemukiman di kaki tebing yang tenang dan bersahabat.

Setibanya pukul 21.15 WIB, tak ada waktu terbuang. Mereka langsung mendirikan basecamp. Tenda-tenda tumbuh dari tanah seperti jamur di musim hujan. Dapur umum didirikan, dan logistik disusun rapi. Komandan berkeliling, memastikan semuanya siap dan aman. Pukul 21.35 WIB, suasana menjadi lebih hangat. Para peserta berkumpul untuk memasak dan makan malam bersama. Di sinilah lelah berubah menjadi tawa, dan asing berganti akrab. Dalam gelap malam dan cahaya senter, kehangatan kebersamaan terasa begitu nyata.

Menjelang tengah malam, pukul 23.20 WIB, Komandan kembali mengumpulkan mereka untuk evaluasi. Ia menyoroti kekompakan, kesiapan alat, dan sikap peserta. Suaranya tak menggurui, tapi membimbing. Ketika jarum jam menyentuh pukul 24.00 WIB, seluruh peserta diarahkan untuk beristirahat. Di dalam tenda-tenda yang sunyi, mereka memejamkan mata, membiarkan alam memeluk mereka dalam hening.

Sabtu, 17 Mei 2025

Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika kegiatan hari kedua dimulai. Udara pagi masih menggigit saat azan Subuh berkumandang di kejauhan. Pukul 04.55 WIB, peserta bangun dan berwudhu dengan air yang dinginnya menusuk kulit namun menyegarkan jiwa. Ibadah dilakukan dalam keheningan yang sakral, seolah alam pun turut berdoa bersama mereka.

Selepas itu, dapur umum kembali berasap. Antara pukul 05.30 hingga 06.45 WIB, peserta dan seksi konsumsi bahu-membahu menyiapkan sarapan. Bau harum nasi dan telur dadar memenuhi udara pagi, mengundang rasa lapar sekaligus membangkitkan semangat.

Pukul 06.45 WIB, mereka bersiap. Pemeriksaan alat dimulai, dari helm, harness, hingga carabiner. Tak ada yang luput. Setelahnya, sesi pemanasan membuat tubuh mereka lentur, siap menghadapi medan vertikal yang menanti.

Pukul 09.00 WIB, peserta bergerak ke lokasi utama: Tebing Citatah 125. Di sana, tebing menjulang tinggi, berdiri gagah seperti menantang para pemula yang baru belajar memanjat. Materi pengenalan alat disampaikan dengan antusias oleh para pemateri. Mereka menjelaskan fungsi webbing, teknik pengaman figure eight, hingga sistem kode Emas, Perak, dan Perunggu. Ilmu dipadu praktik, dan rasa takut perlahan berganti rasa ingin tahu.

Setelah ISHOMA pukul 13.00 WIB, peserta kembali memanjat—kali ini giliran praktik Top Rope dan SRT. Bagi yang belum mencoba, ini adalah waktunya. Pukul 18.15 WIB, saat langit mulai gelap, alat-alat kembali dicek dan dirapikan. Kelelahan menyelimuti tubuh, tapi mata mereka masih menyimpan binar puas.

Setelah makan malam pukul 19.39 WIB, evaluasi kembali dilakukan pukul 21.00 WIB. Suasana diskusi hangat dan jujur. Peserta menyampaikan kesan, kendala, dan pemahaman yang diperoleh. Tak sedikit yang tersenyum malu saat dikoreksi, tapi semuanya menyambut kritik sebagai bahan belajar.

Menjelang malam, satu per satu tenda kembali terisi. Langit Citatah yang bertabur bintang menjadi saksi atas mimpi-mimpi yang tumbuh di antara mereka malam itu.

Minggu, 18 Mei 2025

Hari terakhir dimulai sedikit lebih lambat. Pukul 05.15 WIB, peserta melaksanakan sholat Subuh. Udara terasa lebih bersahabat, seolah alam pun tak ingin terburu-buru mengakhiri kebersamaan ini. Sarapan disiapkan bersama, dan senyum mulai terasa berbeda—ada aroma perpisahan yang samar di udara.

Pukul 06.30 WIB, pengecekan alat dilakukan sekali lagi. Pemanasan menjadi momen terakhir untuk mempersiapkan tubuh. Lalu, pukul 08.00 WIB, mereka terbagi menjadi tiga kelompok, masing-masing mempraktikkan teknik Top Rope, SRT, dan lead climbing. Jerih payah dua hari terakhir kini diuji dalam praktik nyata.

Setelah ISHOMA pukul 12.15 WIB, mereka kembali menantang tebing hingga menjelang malam. Pukul 19.35 WIB, alat-alat dikembalikan ke tempatnya, tenda-tenda dibongkar, logistik dibereskan. Suasana mulai terasa hening—bukan karena lelah, melainkan karena kenangan mulai membungkus hati.

Pukul 22.45 WIB, evaluasi terakhir dilakukan. Komandan menyampaikan apresiasi dan catatan akhir. Satu per satu peserta mendengarkan dengan mata yang tak lagi tegang, tapi tenang dan matang. Mereka telah belajar banyak—bukan hanya soal panjat tebing, tapi tentang keberanian, kerja sama, dan ketekunan.

Tepat pukul 23.45 WIB, rombongan kembali ke Sekretariat PPRPG DEWADARU. Sebelum berpisah, diadakan upacara penutupan. Tak ada kata yang cukup untuk mewakili rasa, namun pelukan, senyum, dan tatapan mata sudah bicara. Sebuah perjalanan mungkin telah usai, namun kenangan di Tebing Citatah 125 akan tetap menggantung, seperti tali panjat yang tak pernah benar-benar dilepas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jl. Sukabumi Dalam 2 No. 30 A – Kota Bandung | Email: pprpgdewadarubandung@gmail.com

© 2025 PPRPG Dewadaru. All Rights Reserved