Semua dimulai pada Kamis malam, 17 April 2025. Sekretariat PPRPG Dewadaru menjadi tempat pertama yang dipenuhi suara langkah kaki, tawa pelan, dan denting logistik yang ditata. Seluruh peserta Masa Bimbingan Divisi Gunung Hutan telah diarahkan berkumpul sejak pukul 18.00 WIB. Malam itu bukan malam biasa—di sanalah persiapan awal dilakukan: pengecekan akhir peralatan, pemantapan mental, dan pengondisian keberangkatan. Final checking berlangsung hingga pukul 04.00 WIB keesokan harinya. Tidak ada waktu tidur panjang, hanya sekelebat istirahat dan mata yang dipaksa melek oleh antusiasme.
Hari Pertama – Jumat, 18 April 2025
Langit masih biru pucat saat pukul 06.00 WIB, peserta kembali dikumpulkan. Ini bukan pengulangan semalam, tapi tahap terakhir sebelum langkah kaki benar-benar menjejak hutan rimba. Setelah pengecekan perlengkapan pribadi dan kelompok, doa bersama dipanjatkan sebagai bentuk permohonan keselamatan.
Pukul 08.00 WIB, deretan motor mulai meninggalkan sekretariat. Suara knalpot memecah dingin pagi menuju Kampung Galian. Sekitar pukul 09.46 WIB, rombongan tiba dan tanpa banyak basa-basi langsung mempersiapkan diri. Briefing lapangan dilakukan: pembagian tugas, pengenalan rute, penekanan nilai kedisiplinan dan kebersamaan.
Perjalanan kaki dimulai sekitar pukul 09.30 WIB. Jalur awal didominasi kebun dan semak belukar yang cukup rapat. Medannya tidak bersahabat, tapi bukan halangan—justru menjadi awal pembelajaran. Dalam perjalanan ini, peserta mempraktikkan simulasi Navigasi Darat dengan metode resection. Peta dan kompas menjadi senjata utama, sementara naluri dan komunikasi tim menjadi penguat langkah.

Tepat pukul 12.30 WIB, peserta tiba di titik datar dan memutuskan istirahat untuk makan siang. Hanya 30 menit, tapi cukup untuk mengisi energi. Medan berikutnya lebih menantang—lebih curam, lebih licin, dan lebih sunyi. Tanah lembab menguji kaki, dan udara hutan menghadirkan keheningan yang menggetarkan. Semuanya berjalan dalam diam, namun penuh perhatian.
Pukul 20.53 WIB, titik bivak akhirnya dicapai. Flysheet didirikan, dapur kelompok disiapkan, dan tak lama kemudian, makan malam tersaji di tengah gelap dan dinginnya hutan. Setelah kenyang, peserta diajak masuk ke dalam evaluasi harian. Satu per satu membagikan kisah, lelah, dan pelajaran dari hari pertama. Pukul 22.50 WIB, kegiatan diakhiri, dan seluruh peserta masuk ke bivak untuk beristirahat. Malam turun sepenuhnya, menyelimuti mereka dalam dingin dan keheningan yang menenangkan.
Hari Kedua – Sabtu, 19 April 2025
Pukul 06.00 WIB, peserta bangun. Kegiatan dimulai dengan olahraga ringan dan sarapan. Setelah itu, pengecekan perlengkapan kembali dilakukan, disusul briefing singkat untuk persiapan materi hari itu.
Sekitar pukul 10.54 WIB, dimulailah sesi materi survival di alam terbuka. Peserta dikenalkan dengan berbagai jenis tumbuhan liar yang bisa dikonsumsi sebagai sumber pangan alternatif. Mereka juga belajar bagaimana menyaring air agar layak minum dengan teknik sederhana—memanfaatkan bahan alami dan akal sehat.
Setelah itu, mereka diberikan tantangan membuat bivak darurat dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar. Dedaunan, batang kayu, dan akar menjadi alat belajar sekaligus penyambung hidup dalam simulasi. Tak berhenti di situ, mereka juga mempraktikkan pembuatan api secara mandiri. Tidak semua berhasil langsung, tapi itulah seni bertahan hidup—mencoba dan mencoba hingga berhasil.

Malam harinya, seperti biasa, evaluasi kembali digelar. Namun kali ini lebih hangat—karena ada sesi sharing bersama pendamping dan instruktur. Mulai pukul 20.00 WIB, mereka berdiskusi, bertukar cerita, dan merenung. Kegiatan ini membentuk kepekaan—bukan hanya terhadap alam, tapi juga terhadap diri sendiri dan rekan di sekitar.

Ketika kegiatan selesai, peserta kembali ke bivak masing-masing. Mereka tidur dalam struktur yang mereka bangun sendiri, api yang mereka nyalakan sendiri, dan pemahaman bahwa bertahan hidup bukan hanya soal kekuatan, tapi kecerdikan dan kerja sama.
Hari Ketiga – Minggu, 20 April 2025
Hari terakhir dimulai lagi pada pukul 06.00 WIB. Setelah kegiatan pagi dan sarapan hingga sekitar pukul 08.22 WIB, peserta bersiap untuk materi simulasi ESAR (Explorer Search and Rescue) dan PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat). Kali ini, mereka belajar tentang cara pencarian korban di alam bebas, serta teknik evakuasi dengan alat darurat yang dibuat dari apa pun yang ada—tandu dari jaket dan tongkat, misalnya.

Materi ini menjadi momen penting. Karena di sinilah mereka belajar bahwa di alam, tidak ada yang benar-benar siap. Hanya mereka yang tanggap dan terlatih yang bisa bertahan.
Pukul 09.10 WIB, proses pembongkaran bivak dimulai. Semua perlengkapan dibongkar, dikemas kembali. Area bivak dibersihkan sesuai prinsip Leave No Trace—tidak meninggalkan apa pun selain jejak kaki dan kenangan. Ini bukan formalitas, tapi prinsip hidup pecinta alam.
Perjalanan turun dimulai. Jalur yang kemarin menantang kini dilalui dengan hati-hati, tapi lebih ringan. Dua jam kemudian, sekitar pukul 14.30 WIB, rombongan tiba kembali di Kampung Galian dan beristirahat.
Namun belum selesai.
Pukul 16.05 WIB, peserta diajak mengikuti sesi Sosped (Sosiologi Pedesaan) bersama orang tua Mang Dikdik—seorang warga lokal yang sudah lama mengenal kawasan Gunung Sanggara. Di sinilah peserta belajar tentang kehidupan masyarakat sekitar: budaya, kondisi sosial, ekonomi, dan keterikatan mereka dengan alam.

Sesi ini menjadi salah satu yang paling berkesan. Tidak hanya karena materi, tapi karena kehangatan yang tercipta dalam interaksi. Diskusi ringan dilanjutkan hingga pukul 17.00 WIB, dan setelahnya, dilaksanakan evaluasi akhir pada pukul 18.24 WIB. Evaluasi menyeluruh—meninjau perjalanan, proses belajar, kendala, hingga perkembangan masing-masing peserta.
Setelah semuanya selesai, tidak ada yang tertinggal. Barang dibereskan, perlengkapan dicek ulang, dan rombongan bersiap kembali ke sekretariat menggunakan kendaraan masing-masing.
Kegiatan Perjalanan Kecil Masa Bimbingan Divisi Gunung Hutan ini ditutup dengan rasa syukur. Semua berjalan aman dan lancar. Para peserta menunjukkan semangat, antusiasme, dan kesungguhan dalam menjalani proses ini. Diharapkan pengalaman ini menjadi bekal kuat untuk membentuk karakter anggota muda Dewadaru yang tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab—dalam alam maupun dalam hidupnya.